Selasa, 26 April 2011

KAU ADA DALAM DOA DAN SUJUDKU

Ada yang hilang dari relung dadaku
Raib, tercuri…
Tapi mengapa harus kau pencurinya
Bisakah ku ambil kembali?
Sementara kau tak kuasa mengembalikannya…

.
    Dengan penuh perasaan Rozi membaca secarik kertas bertuliskan puisi yang telah ditulis dalam hitungan detik oleh Rui. Rozi memicingkan mata dan keningnya membentuk kerutan. Nampaknya dia sedang berfikir keras.
    “ memang apa sih yang di curi?”
     Pertanyaan Rozi rupanya membuat hati Rui dongkol. Direbutnya kertas itu dan dengan amarah dibentuknya menjadi bulatan kertas.
    “Uang, hape, laptop, ATM, mobil, motor, dompet!!” jawab Rui sangar
    “Selain itu!?” Rozi berusaha menggoda Rui. Dia ingin melihat wajah Rui yang terlihat manis saat marah. Lebih terlihat manis lagi saat Rui tersenyum. Membuat Rui marah, dongkol dan kesal memang sudah jadi hobi Rozi.
    “Tebak aja sendiri!” ketus Rui sambil melempar kertas itu jauh ke danau.
    “Hmmm nggak ketebak ah.” Rozi tak bosan menggoda
    “Malu ah nyebutinnya juga.” Rui memalingkan mukanya yang mulai memerah.
    “kenapa harus malu?”
    Rui berdiri di tempatnya, matanya yang sebelumnya mengarah ke danau kini menatap sinis mata Rozi.
    “Sebenarnya akang tuh tahu atau pura-pura nggak tahu sih tentang perasaanku?” suara Rui mulai terdengar sengau di telinga Rozi
    “Perasaan?”
     Terasa ada gemuruh yang dirasakan Rui di dalam dadanya. Gemuruh yang akhirnya melahirkan rasa sakit dan aliran air mata. Sejurus kemudian Rui melangkah pergi. Tapi Rozi mengekang lengannya dari belakang.
    “Atau kalau memang ternyata ada wanita lain yang udah mengisi hati akang, aku  ngerti. Aku nggak akan ganggu akang lagi.”
    “Rui…”
    “Aku mau pergi, lepasin kang.” Rui melepas paksa kekangan Rozi
    “Rui…Bukan begitu, justru aku bersyukur bisa kenal sama kamu.”
    Rui tak bergeming
 “Aku sudah tahu, aku sadari itu. Tapi aku pura-pura tidak tahu tentang perasaanmu. Karena aku tahu kalau kamu sudah di kenalkan dengan Kang Abdul Mu’ti yang sekarang kuliah di India. dan semua teman-temanku bilang kamu akan dicalonkan dengannya. Tapi mendengar itu aku hanya bisa diam saja. Lalu kemarin saat halal bihalal, kamu sudah ngobrol dengan adiknya, aku lagi-lagi cuma bisa diam.  mungkin ini sudah jadi takdirku. Dan aku nggak mau merusak kebahagiaan kamu. Aku ingin kamu mendapatkan lelaki yang cocok untukmu. Apalah artinya aku untukmu Rui.”
“Aku sakit mendengarnya kang…”
“Aku juga, aku juga tidak bisa menahan rasa sakit atas kenyataan ini.”
“Akang ngerti nggak sih akan makna saling melengkapi?”
“Aku tahu, tapi aku tidak mau merusak kebahagiaan kamu. Menyayangi bukan berarti harus saling memiliki Rui. Sekarang, jangan sampai kau mengambil keputusan yang bisa merugikanmu. Kalau aku jadi kamu, aku akan menunggu kang Abdul Mu’ti pulang dulu.”
“Menunggu kang? Menunggu sesuatu yang belum pasti?”
“Perasaan kamu saja yang tidak pasti. Rui, maafkan aku karena sudah menyakitimu. Aku tidak bermaksud begitu, sebelum kamu jelas tidaknya dengan dia. Sekali lagi maaf mungkin aku akan mengecewakan kamu terus. Tapi untuk saat ini. Bukan saatnya kita untuk saling memiliki. masih banyak hal yang harus difikirkan, masih banyak mimpi yang harus terwujud, masih banyak hal yang harus kita dahulukan. Doaku akan selalu menyertaimu Rui. Walaupun sekarang aku belum sepenuhnya bisa memikirkanmu.”
“Tapi akang sudah membuatku berubah menjadi tidak tomboy lagi, akang selalu buat aku tersenyum, tertawa…”
“Hadza min fadli rabbi. Semua datangnya dari Allah…”
“Akang?”
“Rui, kamu selalu  memberikan setitik cahaya dalam hidupku. Kau selalu mengisnpirasi hidupku. Aku sangat bersyukur Allah mempertemukan kembali aku denganmu. Aku ingin melihat kamu bahagia. Tapi aku juga tidak bisa, aku tidak bisa melepaskan kamu. Lebih baik…sekarang kita adukan saja semua ini pada Yang Maha Kuasa.” 
“Akang…aku mohon….tetaplah jaga niat suci akang untuk menjemputku sebagai bidadari akang nanti…”
“Aku akan selalu menjaganya, mudah-mudahan sama dengan yang sudah di gariskan-Nya. Aku juga tidak akan pernah menodaimu dengan prilaku dan perkataanku. Itu prinsip yang selama ini kupegang.”
Kembali kedua insan itu terdiam
“Rui…jauh di kedalaman hatiku, aku berharap bisa menikah denganmu. Baru kamu yang selalu ada dalam doa dan sujudku.”