Rabu, 30 November 2011

MENJAGA HATI

Yovi n The Nuno
masih tertinggal bayanganmu
yang telah membekas di relung hatiku
hujan tanpa henti seolah bertanda
cinta tak disini lagi kau telah berpaling

REFF:
biarkan aku menjaga perasaan ini
menjaga segenap cinta yang telah kau beri
engkau pergi aku takkan pergi
kau menjauh aku takkan jauh
sebenarnya diriku masih mengharapkanmu
ooh oooh

masih adakah cahaya rindumu
yang dulu selalu cerminkan hatimu
aku takkan bisa menghapus dirimu
meskipun kulihat kau kini diseberang sana

REFF

andai akhirnya kau tak juga kembali
aku tetap sendiri menjaga hati

REFF 2x

sejujurnya ak masih mengharapkanmu
oooh ooohh


ETIKA WANITA MUSLIMAH DALAM SURAT AN-NUR


Surat An-Nur ayat 31:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau  ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki mereka, atau putera saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan –pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
An-Nur  ayat 61:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. 
A.     ASBABUN NUZUL
Sebab nuzul surat An-Nur ayat 31:
Dalam suatu riwayat di kemukakan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma’ : Alangkah buruknya (pemandangan) ini.” Turunnya ayat ini (S. 24:31) sampai ‘auratunnisa’ berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kepada kaum mu’minat untuk menutup aurat mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari jabir bin Abdillah.)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat dua kantong perak yang diisi untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lalu dihadapan sekelompok orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ketanah sehingga dua gelang kakinya bersuara merdu. Maka turunlah kelanjutan ayat ini (S.24:31) “wala yadlribna bi arjulihinna” sampai akhir ayat yang melarang wanita menggerak-gerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki. (diriwayatkan oleh Ibnu Jariryang bersumber dari Hadlrami)
B.     POKOK ISI SURAT
Ayat 31      : perintah menundukan pandangan, menjaga kemaluan, tidak menampakan perhiasan dan menutup aurat.
Ayat 60      : etika dalam menggunakan perhiasan
C.     PENAFSIRAN   AYAT
Ayat 31:
Dalam ayat ini Allah menyuruh Rasul-Nya agar memberi petunjuk kepada kaum wanita agar jangan memandang aurat laki-laki dan aurat wanita yang mereka tidak dihalalkan memandangnya (antara pusar dan lutut). Demikian pula jika mereka memandang selain itu dengan dorongan syahwat maka hukumnya haram. Tetapi jika tanpa dorongan syahwat, maka tidak haram, namun demikian, menahan pandangan terhadap laki-laki asing adalah lebih baik bagi mereka. 
Hendaklah para wanita memelihara kemaluannya dari perbuatan yang diharamkan, seperti berzina dan hendaklah menutupinya agar tidak dilihat oleh siapapun. Tidak menampakkan sedikitpun dari perhiasannya kepada lelaki asing, kecuali apa  yang tampak dan tak mungkin di sembunyikan seperti cin-cin, celak mata dan lipstick. Lain halnya jika mereka menampakan perhiasannya yang harus disembunyikan. Seperti gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota dan anting-anting. Karena semua perhiasan ini terletak pada bagian tubuh (betis, leher, kepala, dahi dan telinga) yang tidak halal untuk dipandang, kecuali oleh orang-orang yang dihalalkan dalam ayat ini.
Hendaklah mereka menahan kudungannya ke dada bagian atas di bawah leher, agar dengan demikian mereka dapat menutupi rambut, leher dan dadanya, sehingga tak sedikitpun daripadanya yang terlihat. Menampakan perhiasan hanya kepada suami dan beberapa orang tertentu. Salah satunya adalah budak wanita. Atau pembantu laki-laki yang sudah tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, tidak mempunyai kebutuhan kepada wanita. Karena lanjut usia hingga syahwatnya hilang, maupun karena di kebiri. Atau anak-anak yang belum baligh, belum mempunyai syahwat dan belum mampu menggauli wanita.
Hendaknya wanita tidak memukulkan kaki ke tanah agar gelang kakinya bergemerincing karena yang demikian itu dapat membangkitkan kecenderungan kaum lelaki kepada mereka.
Ayat 60:
Adapun para wanita yang tidak dapat melahirkan lagi karena usianya yang sudah lanjut dan tidak mempunyai keinginan untuk kawin, maka tidak berdosa untuk menanggalkan pakaian luarnya seperti mantel dan  jilbab yang berada di atas kudung dengan syarat tidak menampakkan perhiasan tersembunyi seperti rambut dan bagian atas dan betis kepada mahram maupun bukan mahramnya.
Para wanita tidak berdosa untuk duduk dirumahnya dengan mengenakan kudung serta menanggalkan jilbab selama tidak bermaksud bersolek dan menampakkan perhiasan yang wajib di sembunyikan. Hal ini jika mereka tidak mempunyai sisa-sisa kecantikan yang bisa menimbulkan syahwat. Tetapi jika mereka mempunyainya, maka tidak termasuk dalam pembicaraan ayat ini.
Jika mereka memelihara kehormatan dengan tetap mengenakan jilbabnya. Maka hal itu lebih baik bagi mereka daripada meninggalkannya karena akan menjauhkan mereka dari fitnah. Allah Maha Mendengar perkataan yang berlangsung antara mereka dan para lelaki. Serta Maha Mengetahui maksud mereka. Tidak sedikitpun diantara  perkara mereka yang tidak diketahui agar tidak terbujuk oleh syethan untuk melanggar perintah dan larangannya.
D.     HIKMAH PELAJARAN
Salah satu fitrah wanita adalah rasa malu. Malu di sini bukan berarti rendah diri tapi rasa malu yang dilihat dari cara berpakaian. Wanita yang berjilbab rapat menandakan keistiqomahannya dalam menjaga fitrah atau rasa malunya agar tetap utuh.  Dengan adanya rasa malu, segala tindak tanduk dan tutur katanya dapat terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Qur’an dan sunah. Semakin kurang iman seseorang, semakin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, semakin buruk kualitas akhlaknya. Menjaga rasa malu dan hijab yang diperintahkan Allah. Itulah satu-satunya cara memelihara kesucian dan kehormatan.
Perhiasan sejati bagi wanita muslimah akhlak yang mulia dan perilaku takwa. Dan kekayaannya yang sejati adalah iman. Salah satu ciri khas wanita adalah menjaga pandangan.

Selasa, 29 November 2011

KEEP STRONG WHEN TROUBLE


Minggu, 29 Mei 2011
 Tanpa kuduga tangisku membuncah dan menyatu bersamaan dengan siraman air wudhu. Mencoba menghapus lelehannya dengan membasuh banyak air ke wajahku. Air mata boleh hilang bersama air wudhu. Tapi luka itu…
Tidak, aku tidak menyebut semua yang kudapat adalah beban. Tapi hanya rasa letih yang terkumpul menunggu untuk diistirahatkan sejenak. Di simpan dan kuambil satu persatu untuk kuhadapi dan kupintal benang kusut masalah yang kuhadapi itu. Ya, hanya itu.
Menangis, menyendiri, merangkul hatiku sejenak, untuk bangun lagi, bangkit lagi, menghadapi hari lagi dan bermain bersamaan melajunya waktu.
Terkumpul…semuanya hadir menyembul dalam benakkku. Tentang bapak dan ke tiga adik-adikku. Tentang mama, tentang semangat kuliahku yang sekarat, tentang novelku yang tak kunjung diterbitkan, tentang perasaanku yang ku kubur hidup-hidup menyisakan nafas terakhir. Semuanya bersua dalam waktu yang tak terduga. Membuncah…
Sekali lagi kukatakan bahwa ini bukan beban. Aku hanya letih. Hatiku sedang keram. Menyendiri dan merenung bagiku adalah obat. Ingat! Aku sedang berlatih menepa kekuatan otot-otot hati, jiwa dan imanku. Aku sudah menuliskan mimpi-mimpiku untuk kuwujudkan. Tak hanya jadi tempelan di lemari kamarku. Itu harus kuwujudkan.
Menghapus air mataku sendiri, menyemangati diriku sendiri. Keep strong when trouble
Di kelas VII G, 20.30 WIB

SEJARAH PENGUMPULAN AL-QUR'AN

A.       PENGUMPULAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung selama beberapa tahun.  Urutan, susunan dan jumlah ayat di setiap surah sudah dibakukan sejak zaman Raulullah saw. Karenanya surah-surah di dalam Al-Qur’an harus dibaca sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan.[1]   
Kebanyakan peneliti sejarah yang berbicara tentang masalah ini berdasarkan riwayat, berpendapat bahwa pengumpulan dan penertiban surah-surah Al-Qur’an terjadi sepeninggal Rasulullah saw. Yang diprakarsai oleh Umar Bin Khattab, Abu Abakar, Ali Bin Abi Thalib, kemudian Zaid Bin Tsabit dan sahabat-sahabat mulia lainnya.
Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Rasulullah Saw. Terjadi lewat hafalan dan tulisan. Bangsa Arab secara kodrati memiliki daya hafal yang sangat kuat. Hal itu umumnya karena buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair, dan silsilah dilakukan dengan catatan dalam hati. Begitupula dengan Rasulullah Saw. Beliau saw. Sangat menyukai wahyu, ia selalu menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu dan menghafal dan memahaminya. Dia adalah hafidz dan penghafal Al-Qur’an pertama.
Dalam hal penulisan Al-Qur’an, beliau mempercayakannya kepada Zaid Bin Tsabit, Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubay Bin Ka’ab. Bila ayat turun beliau memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surat. Selain itu para shabatpun menuliskan Al-Qur’an atas inisiatif mereka sendiri. Tanpa diperintah Nabi Saw.[2]

B.      PENGUMPULAN AL-QUR’AN PADA MASA ABU BAKAR
Setelah Rasulullah Saw. Wafat, umat muslim merasa terguncang karena telah kehilangan figure Nabi. Merekapun memilih Abu Bakar sebagai Khalifah. Pada masa kepemimpinannya banyak terjadi perang melawan orang-orang murtad. Persoalan perang menyebabkan perhatian sebagian besar kaum muslimin luput memikirkan masalah Al-Qur’an. Atau tidak jadi prioritas. Mereka masih tenang karena jumlah ahli Al-Qur’an masih banyak. Akan tetapi 1000 pasukan muslim gugur dan 450 diantaranya adalah ahli Al-Qur’an.[3]
Keputusan Abu Bakar mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu Mushaf merupakan keputusan yang paling genting yang pernah ia putuskan selama hidupnya. Keputusan ini juga merupakan langkah terbesar yang pernah ia putuskan dalam sejarah umat Islam. Berdampak pada pemeliharaan teks Al-Qur’an.
Sebagai bentuk kekhawatiran  akan semakin banyak lagi korban yang berjatuhan dari ahli Al-Qur’an. Abu Bakar atas saran Umar Bin Khattab memerintahkan Zaid Bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid Bin Tsabit dipilih karena masih muda. Dia dianggap tidak terlalu panatik dan mempertahankan pendapatnya sendiri. Selain itu Zaid juga menyaksikan pertemuan terakhir ketika Rasulullah Saw. Membacakan Al-Qur’an dihadapan Jibril. Pada tahun wafat Rasulullah saw.
Zaid Bin Tsabit mengurutkan dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, tulang-tulang, lempengan batu serta hafalan para sahabat. Suhuf (lembaran-lembaran) yang dikumpulkan disimpan oleh Abu Bakar hingga wafatnya lalu disimpan oleh Umar hingga wafat.
Pada saat itu Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu Mushaf. Tapi pada masa Nabi Al-Qur’an telah dikumpulkan dalam bentuk hafalan. Umar Bin Khattab termasuk salah seorang juru tulis wahyu dan termasuk orang yang bertanggung jawab besar terhadap pemeliharaan Al-Qur’an.

C.      PENGUMPULAN AL-QUR’AN PADA MASA UTSMAN BIN AFFAN
Utsman menjabat sebagai khalifah pada tahun 24 H. 6 tahun pertama pemerintahannya penuh dengan peperangan dan perluasan wilayah. Utsman mengutus para ahli baca Al-Qur’an ke berbagai daerah taklukan. Mereka mengajarkan sesuai kemampuan yang mereka miliki dan apa yang mereka hafal.[4]
Terjadi perbedaan bacaan yang sedang berlaku dengan bacaan mereka. Menyebabkan masing-masing daerah menganggap bacaannya lebih baik. Solusi khalifah Utsman,   mengirimkan utusan untuk menemui Hafshah binti Umar dan memintanya mengirim Mushaf yang disimpannya untuk disalin.
Atas peringatan Hudzaipah, Utsman mengeluarkan keputusan menyalin Mushaf-Mushaf Al-Qur’an.  Utsman menyuruh Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa’id bin As dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa mushaf.
Utsman berpesan bila terjadi perselisihan pendapat diantara para penyalin Al-Qur’an itu. Hendaknya mereka melihat dengan bahasa (dialek) Quraisy. Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa kaum Quraisy. Setelah disalin suhuf di kembalikan kepada Hafshah. Utsman mengirimkan satu Mushaf ke setiap daerah taklukan Islam dan membakar mushaf-mushaf yang ada selain mushaf yang telah disalin.
Awalnya perbedaan cara membaca Al-Qur’an belum tampak. Setelah perbedaan banyak terjadi, barulah Utsman dan para sahabat memandang perlu untuk menyebarluaskan  mushaf - mushaf tersebut ke khalayak umum. Tujuan lain yang ingin dicapai dari usaha Utsman menyalin mushaf-mushaf adalah untuk menghilangkan perbedaan Qiro’ah yang saat itu hampir meruntuhkan persatuan umat.



BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
1.      Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung selama beberapa tahun.
2.      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah saw. Dilakukan dengan hafalan dan tulisan.
3.       Masa kekhalifahan Abu Bakar dilakukan  pengumpulkan Al-Qur’an yang tersebar dengan menuliskan dalam satu mushaf.
4.      Masa khalifah Utsman Bin Affan menyamakan bentuk Qiro’ah agar menghindari perpecahan umat.
B.      SARAN
Sudah semestinya kita mempelajari sejarah pengumpulan Al-Qur’an sebagai bagian dari studi Al-Qur’an.


[1] M. Hadi Ma’rifat dalam bukunya, Sejarah Al-Qur’an terbitan Al-Huda hal. 129
[2] Manna Khalil al-Qattan dalam bukunya, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an terbitan Litera Antarnusa hal. 179
[3] Prof. Dr. Abdussabur Syahn dalam bukunya, Sejarah Al-Qur’an terbitan Rehal Publik hal.  38
[4] Prof. Dr. Abdurrahman Syahn dalam bukunya, Sejarah Al-Qur’an terbitan Rehal publik hal. 46

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2011. Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta. Litera AntarNusa
Ma’rifat, M. hadi. 2007. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta. Al-Huda
Syahn, Abdurrahman. Prof.Dr. 2008. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta. PT. Rehal Publik

TAFSIR MAUDHU'I SURAT AL-INSYIRAH


A.            TEMA SURAT
Penghibur hati
B.      INFORMASI SURAT
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat-surat Makiyyah dan diturunkan sesudah surat Ad-Dhuhaa. Nama Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat dalam ayat pertama yang berarti : bukankah kami telah melapangkan.
C.   ASBAB AN NUZUL
Menurut As-Suyuthi, ayat ini (S.94:1/8) turun ketika kaum musyrikin memperolok  muslimin karena kekafirannya. Dalam suatu riwayat di kemukakan bahwa ketika turun ayat ini (S.94:6) Rasulullah saw. Bersabda:
“Bergembiralah kalian karena akan datang kemudahan bagi kalian, kesusahan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.” (diriwayatkan oleh ibnu jarir bersumber dari Al-Hasan)
D.      POKOK  ISI SURAT
Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah swt. Yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Dan pernyataan Allah bahwa disamping kesusahan ada kemudahan. Karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal  kepada-Nya.
1.       Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2.      Dan  kami telah menghilangkan darimu bebanmu?
3.       Yang telah memberatkan punggungmu?
4.       Dan  Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu?
5.      Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
6.      Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
7.      Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8.      Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
E.       PENGELOMPOKAN AYAT
1-3       : Hati yang dilapangkan saat beban datang.
4-6       : Sesudah kesulitan ada kemudahan.
7-8       : Bersungguh-sungguh mengerjakan urusan dengan tetap bersandar kepada Allah SWT.
F.  PENAFSIRAN KELOMPOK AYAT
1-3       : Ketika Rasulullah SAW mendapatkan kesusahan dan kesulitan dalam berdakwah, yang telah memberatkan hidup Rasulullah SAW  lalu Allah melapangkan hati Rasulullah SAW, dan menghilangkan beban dan kesulitannya.
4-6       : Hidup tidak serta merta mengalami kesulitan terus menerus. Tapi akan disertai dengan kemudahan dan solusi dari masalah yang dihadapi sehingga masalah-masalah itu dapat terselesaikan. Oleh karenanya tidak boleh ada  rasa pesimis atau putus asa. Allah telah menjamin akan ada kemudahan setelah kesulitan.
7-8       : Allah menyampaikan kepada Rasulullah SAW apabila telah selesai berdakwah maka beribadahlah kepada Allah SWT. Apabila telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat. Dan apabila telah selesai mengerjakan shalat maka berdo’alah. Jangan sampai ada do’a dan pinta harap yang tertuju kepada selain Allah. Pasrah dan bertawakallah kepada Allah dengan melakukan amal shaleh.
G.     KESIMPULAN
            Allah akan melapangkan hati dan menghilangkan beban siapapun yang ditimpa kesulitan dengan memberinya kemudahan. Asalkan manusia bertawakal kepada Allah SWT dan berharap pada-Nya. Juga melakukan amal shaleh
H.     HIKMAH  PELAJARAN
            Jangan pernah merasa putus asa, karena setiap keadaan pasti berubah. Sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Dan tetap berusaha. Jangan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan kesedihan. Karena setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan.

5 ( LIMA ) S


Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam berinteraksi dengan sesama. Kita sebut saja dengan  5 (Lima ) S. yaitu senyum, salam, sapa, sopan dan santun.
S yang pertama adalah senyum, Cobalah kita bertanya kepada diri kita sendiri saat kita tersenyum dengan wajah yang jernih, rasanya kita ikut merasa bahagia. Berbicara dengan disertai senyuman tulus rasanya lebih enak didengar dari pada dengan wajah bengis dan ketus. Yang menjadi pertanyaan apakah kita termasuk orang yang suka tersenyum kepada orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum bahkan untuk orang terdekat sekalipun. Mengapa kita begitu enggan untuk tersenyum kepada orang tua, guru dan orang-orang di sekitar kita? Padahal Rasulullah Saw. Tidak pernah berjumpa dengan para sahabatnya kecuali dalam keadaan tersenyum.
S yang kedua adalah salam, ketika seseorang mengucapkan salam kepada kita, tiba-tiba suasana menjadi cair, kita jadi merasa bersaudara dengannya. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Sampai ada seorang sahabat Rasulullah yang pergi ke pasar hanya untuk menebarkan salam.
S ke tiga adalah sapa, Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi lebih akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, kita nyaris jarang menyapanya. Padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa kita ketus dan    keras?
S ke empat adalah Sopan, kita mungkin terpana kepada orang yang sopan ketika duduk dan ketika menghadapi orang tua. Pertanyaannya apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang yang lebih tua?
S kelima adalah santun, kita mungkin kagum melihat orang yang mementingkan orang lain di angkutan umum, di jalanan atau sedang dalam antrian demi kebaikan orang lain. Dan mengalah untuk memberikan haknya untuk orang lain. Sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain untuk kebaikan dan kita ikut berbahagia karenanya? Sejauh mana kelapangan diri kita, sifat pemaaf, ataupun kesungguhan kita untuk membalas dengan kebaikan kepada orang yang kurang bersikap baik kepada kita.

Islam sudah banyak di sampaikan oleh beraneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah dimana pribadi-pribadi yang indah nan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan ajaran Islam, walau sederhana. Alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa indahnya suasana ketika salam hangat ditebarkan, saling mendoakan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya diri kita bila kita selalu sopan dengan siapapun, dimanapun dan saat dalam kondisi bagaimanapun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan   mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

From E-Book: Manajemen Qalbu, KH. Abdullah Gymnastiar

Kamis, 24 November 2011

SEPERTI TANGAN DAN MATA


Jum’at, 11 Maret 2011
             mama selalu menghampiriku ketika seisi dunia menjauh. Karena mama seperti tangan dan mata. Saat tangan terluka, mata menangis. Saat mata menangis, tangan menghapusnya. Tidak banyak yang bisa aku berikan kepadamu ma…
            aku sadar, ada tangis yang tertahan di dadamu saat aku menolak pemberianmu. Dan kau tahu aku menahan gemuruh hatiku.
Sudut hujroh 19, 18.34 WIB

AYAH

Kamis, 24 Februari 2011
Kau tak pernah lelah…
Sebagai penopang dalam hidupku. Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik…
Aku hanya memanggilmu…Ayah
Di saat ku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu ayah
Di saat ku menjauh darimu…
Lagu Seventeen berjudul ‘Ayah’ selalu mengiringiku setiap aku ngetik-ngetik di NB. Setiap aku naik bis atau angkot dan menemukan para pedagang asongan yang menawari dagangannya. Tiba-tiba aku merasa mereka berubah wujud menjadi  bapaku. Aku melihat  bapaku sendiri menawarkan dagangannya padaku.  bapaku yang tinggi kurus berkumis tipis bertopi usang.
            Dulu, hal seperti itulah yang sering  bapak kerjakan. Semua hal itu, semua pengalaman pernah dia kerjakan. Pedagang asongan, tukang orson, tukang obat, tukang keramik, dagang nasi uduk, dagang bingkai foto, kasir toko, kerja di pabrik, pegawai desa, hingga akhirnya sekarang  bapaku menekuni pekerjaan yang sesuai dengan panggilan jiwanya. Wartawan.  bapak wartawan yang idealis. Kalaupun dia mau menyalahgunakan profesi wartawannya. Segala yang aku mau pasti terpenuhi.
            bapak selalu memberikan solusi, bukan materi. Ketika aku mengeluhkan ongkos dan jajan di sekolah,  bapak malah membelikanku sepeda. Ketika aku ingin les bahasa Inggris,  bapak malah membelikanku kamus bahasa Inggris. Ketika aku malas dan putus asa,  bapak malah memberikanku buku-buku motivasi. Bahkan sebelum masuk SD,  bapak kenalkan aku pada buku-buku dan menulis.

"bapak...nur lelah berjuang... tapi nur masih bisa melanjutkan perjuangan." ungkapku pada bapak
"jangan ragu, bahaya! selama masih hidup, kita dituntut untuk berjuang.  tapi dalam hidup juga ada pilihan. silahkan mau milih yang baik, abu-abu atau milih yang busuk." 
"nur milih yang baik."
"pilihan yang baik itu suka terasa pahit di awal. tapi akan terasa manis dikemudian hari. nuri harus percaya diri dan dan jangan lemah semangat. Inna ma'al usri yusro. dibalik kesulitan, terdapat kemudahan menanti..."

SAMUDERA KATA YANG TAK TERBENDUNG


Sabtu, 29 Januari 2011
            Banyak, bahkan terlalu banyak samudera kata yang harus kutumpahkan. Kini hanya bisa meluap-luap. Sementara dinding otak ini sudah tidak mampu lagi untuk membendungnya. Apapun, tentang apapun itu. Apa yang selama ini selalu mengganggu ketenanganku ingin kucurahkan pada semua orang. Aku ingin semua orang memiliki apa yang aku miliki. Aku ingin semua orang juga cinta membaca, cinta menulis, cinta berfikir kritis, cinta bertafakur. Aku ingin semua orang mencintai apa yang aku cintai. Aku ingin semua orang mendapat secercah semangat setelah membaca tulisanku. Menulis banyak hal yang bia memotivasi orang lain. Dan memberikan pencerahan kepada semua orang.