Minggu, 10 Juni 2012

JEMARI YANG SALING MENGGENGGAM



Harapanku telah tertuju pada Makhluk halus kemarin, tapi telah tertuju pada Eci kini dan seterusnya. Aku tak membutuhkan alasan mengapa aku harus berpaling dari makhluk halus pada Eci. Akupun tak menanyakan kepada Tuhan mengapa takdirku tak sejalan dengan apa yang kuharapkan. Karena suatu saat, aku pasti akan menemukan jawabannya. Aku tak perlu menyibukan diri untuk menjelaskan perasaanku pada Eci. Walau kami telah saling mengailkan jari kelingking, walau jemari kami telah saling menggenggam erat dan kami selalu berjalan beriringan menapaki masa depan. Dari hasil goresan penaku, tak banyak puisi dan kisah imajinasi yang tercipta tentangnya.  Hanya cerita-cerita nyata yang sederhana tentang kami berdua yang menyesaki berlembar-lembar buku diary-ku.
Atas segala kekeliruanku kemarin, aku tak perlu menyalahkan siapapun bahkan diriku sendiri. Juga tak lagi mengukur kebahagiaanku bersama Eci berdasarkan ukuran kebahagiaan orang lain. Tak banyak ungkapan cinta yang ku ucapkan bila akhirnya malah tak mampu untuk kubuktikan. Ketika aku butuh untuk memperlihatkan, aku hanya bisa berbuat dan bereaksi untuk Eci. Cinta hanya sebatas ungkapan bagi orang yang tak mampu memperjuangkan cintanya. Sementara aku hanya menjalani apa yang sudah kumiliki.
Tak ada yang kusesali walau sebaliknya Eci selalu menyesali mengapa tak mengenaliku sedari dulu. Diriku yang dia tahu adalah sosok gadis kecil di masa silam yang selalu melewati rumahnya, yang selalu dia lihat berangkat mengaji menyeberangi sawah dengan langkah-langkah kecilku dan kepalaku yang tertunduk malu-malu. Gadis kecil yang jika dilihat dari kejauhan, seperti anak lelaki yang berjalan dengan langkah gemulai, berkulit putih bersih. Hehehe….tomboy!