Kita bukan siapa-siapa. Tak ada hubungan apa-apa. Dan tidak terjalin ikatan apa-apa. Tapi…kita sudah saling mengakui perasaan kita masing-masing. Kita sudah mau jujur pada perasaan kita masing-masing. Dia tidak mau memiliki aku. Dan aku juga tidak mau mengikatnya. Yang termiliki adalah hati kami. Sekarang yang tercuri adalah hati kami. Tak ada niat untuk saling mengganggu. Meski tak bisa di pungkiri bayangan kami selalu saja saling mengganggu. Aku bilang dia pemuda pengganggu. Dia bilang aku sebagai gadis pengganggu. Dia juga bilang kalau aku adalah mentari yang setitik cahayanya selalu mengganggu jiwanya.
Perasaan kami ini sebenarnya perasaan apa? Kini Allah mempertemukan kami setelah waktu 4 tahun berlalu semenjak masa-masa itu. Saat di mana tak ada sedikitpun prasangka kalau kami akan menjadi seperti ini nantinya.
Kini kami hanya bisa menjalani hari di mana kami tidak bisa saling menyapa. Bertatap muka, mengobrol dan bercengkrama dengan lebih leluasa. Kami sudah berjanji untuk saling membatasi diri. Menjaga diri, dan merahasiakan perasaan ini dari semua orang. Saatnya pasti datang. Allah lebih tahu kapan waktu yang tepat di mana dia akan menjemputku sebagai bidadarinya. Sebagai satu di antara banyak mentari yang akan selalu menghangatkan jiwanya. Lewat dia Allah telah membuatku berusaha untuk menata diri. Menjadi wanita sejati dan tidak tomboy lagi.
Menyayangi dia benar-benar beresiko tinggi. Beresiko sakit hati, kecewa dan cemburu. Karena banyak gadis lain yang menginginkannya. Tapi dia berkata kalau dia lebih cenderung padaku dari pada yang lainnya. Biar Allah saja yang membuktikan dia tulus atau tidak mengatakannya.
Dan kini, aku telah sampai pada sebuah persimpangan. Persimpangan yang akan menentukan arah hidupku kedepan. Melangkahkan diri ini kemana dan di mana. Berada diantara cinta atau cita-cita. Diantara idealisme dan perasaan. Diantara harga diri dan romantisme hidup. Semua itu bisakah berjalan beriringan? Semuanya itu,bisakah melangkah bersama.
Aku takut jiwaku kembali rusak. Berkali-kali jatuh tersungkur dalam kisah yang sama. Meskipun aku di buat jatuh, tapi aku masih bisa merangkak dan bangun lagi. Bangun lagi dalam waktu yang lama. Aku tahu yang merusak jiwaku adalah diriku sendiri. Terlalu membentangkan harapan, terlalu tunduk pada perasaan, terlalu hanyut dalam mimpi, terbuai dengan kata-kata manis. Melupakan cita-cita, mengabaikan harga diri, dan melumpuhkan idealisme hidupku. Rasa sakit itu adalah aku sendiri yang menciptakan. Aku.
Simpan dan berikan cinta hanya kepada orang yang lebih berhak. Titik! Hanya itu, camkan itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar