Kamarku sunyi senyap siang ini. Lain dari biasanya yang sangat berisik, gaduh, dan diramaikan oleh obrolan, jeritan, teriakan, tawa, nyanyian dan isak tangis mereka…anak-anak kobong 19.
Setelah melepas lelah dari berkebun, kobongku sudah sepi. Saat aku datang ternyata mereka sudah pulang untuk menghabiskan liburan semester dirumah. Aku tertidur menenggelamkan semua kemarahan, kekesalan, dan kegemasanku selama ini pada anak-anak kobong 19. Kalkulator saja tidak bisa menghitung berapa kali mereka membuat aku dongkol dengan tingkah laku mereka yang sulit diatur.
Saat aku bangun, kutemukan secarik kertas lalu kubaca.
Buat bunda kita tercinta
Sekali lagi maafin kita…
Assalamualaikum…
Sebelumnya maaf Ukh, kita dah pulank duluan. Kita dah g tahan Ukh kalau di Zirien wae!!!
Kita dah nggak punya uank…
Maaf ya ukh, kita anak kobong yang selalu mengecewakan ukh. Kita sayang Ukh…
By: Salas
Aku menghela nafas panjang. kenangan bersama mereka terus berdatangan. Beberapa kali di tengah malam aku terbangun oleh kegaduhan mereka ketika merayakan ulang Tahun anak kobong. Head set dan bertumbuk-tumpuk bantal yang menutupi telingaku masih belum bisa menyenyakkan tidurku. Kejutan ulang Tahun yang Dholim!!
Dalam 1 bulan dapat 3 kali berturut-turut jadi kobong terkotor, sandal dimasukin terus, piket males, buang sampah sembarangan.
Tapi aku tidak bisa berbohong kalau aku sangat sayang kalian semua. Sangat dan sangat sayang. Semua kepolosan dan celotehan kalianlah yang sangat aku rindukan. Temani aku disini, ramaikanlah hidupku yang sepi. Hidupkanlah hari—hariku yang terasa mati. Hiasi hari-hariku disini.
Ada Najma yang pintar memainkan pianika, Via yang hobi nangis, Ayu yang jorok, Dila yang malas menyisir rambut, Velia yang imut, Utik yang pintar, Rindani yang kreatif, Isma yang cerewet, Fhika yang manja, Hanifa yang pendiam, Tia yang sipit, Sheila yang penurut, Dwi yang suaranya merdu,Putri yang kadang Lola, Sintia yang polos, Mida dan Shofi yang kompak, Ima yang rajin baca buku , wina dan Yayu yang Rajin…
Dengkuran kalian saat tidur, Tangis kalian saat kangen rumah, bawelnya kalian saat piket kobong, lahapnya kalian saat makan, berisiknya kalian saat aku tidur, perhatian kalian padaku, cara berkerudung kalian yang nggak rapi, Isi lemari kalian yang acak-acakkan, tidur-tiduran saat mengaji, saling berebut menceritakan Smash, kalian yang ngelindur, kalian yang ngantri sms, kalian yang dalam waktu bersamaan dengan semangat nyerocos ditelingaku, sampai aku bingung harus mendengarkan siapa. Kalian yang manis….
Semua itu…aku sangat merindukannya. Seperti ada yang hilang dalam diriku jika kalian pulang. Kadang aku sedih melihat kepergian kalian. Aku merindukan kalian kembali untuk meramaikan sepiku disini. Aku Cuma ingin melihat kalian ceria dan betah disini. Kalian adalah tanggung jawab dunia akhirat bagiku. Terenyuh hatiku saat ibu kalian menitipkan kalian padaku. Saat ibu kalian menggenggam jemariku erat, dengan mata berkaca-kaca menitikkan airmata. Bagi mereka aku adalah satu-satunya harapan. Mereka berharap anak-anaknya bisa berubah menjadi lebih baik. Aku berjanji, aku berjanji bisa menjalankan amanah ini. Dan menikmati berwarnanya hari-hariku bersama kalian, bersahabat dan bersaudara dengan kalian. Kadang aku iri pada kalian. Betapa jauh, sangat jauh aku dibanding kalian. Sangat penuh, perhatian orang tua kalian, tapi saat aku seusia kalian, perhatian dan cinta kasih adalah barang mahal yang sulit aku dapatkan dari orangtua, bahkan hingga kini.
Suatu hari ayah Isma mengirim sms untuk Isma. Aku membayangkan sms itu ditujukan kepadaku dari ayahku sendiri. Walaupun pada kenyataannya tidak.
“ De, Selamat kembali lagi ke Al-Muhajirin. Abah sangat sayang Dede, Harapan Abah Dede jadi anak yang saleha, yang bermanfaat untuk diri Dede sendiri dan semua orang. Abah percaya kalau dalam diri Dede ada sifat-sifat yang baik, hiduplah mandiri saat jauh dari abah dan mamah. Sabar, tawakal dan prihatin adalah kunci yang dapat membuka pintu kebahagiaan dunia maupun akhirat. Semoaga harapan Abah terwujud, Amin…”
Liburan ini, sejenak aku menanti. Menanti ngajar iqro lagi, ngajar mufrodat lagi, ngajar pidato lagi, kuliah lagi, mandi ngantri lagi, membangunkan anak-anak lagi, makan satu piring berdelapan lagi.
Aku tersentak kaget, seharian penuh aku membiarkan cucianku menggenang dalam ember. Pasti sekarang sudah bau karena tak dicuci-cuci. Aku pergi ke hamam, tapi tak kutemukan ember cucianku. Ku cari kesekitar hujroh, masih tak ada.
“Waduh, gimana dong…??”
Tak sengaja aku menoleh ke sudut jemuran di belakang hujroh. Kulihat angin sejuk melambai-lambaikan pakaianku. Baju-bajuku yang semalaman kurendam dan kutelantarkan. Terik matahari telah mengeringkan baju-bajuku. Mataku langsung mendung dan berembun.
Kita sayang ukhti….
Bibirku menggumamkan bacaan yang tertulis di kertas kecil yang terjepitkan di tali jemuran dekat baju-bajuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar