Rabu, 16 Februari 2011

TERLAHIR KEMBALI


 “Aku ingin menjemput bidadari…”
“Uhuk-Uhuk!!!” air minum yang sudah masuk kerongkonganku nyaris keluar lagi setelah mendengar ucapan Kak Agus barusan.
“kamu kenapa La?” Agus menatapku heran
“ Kagak! Cuma keselek doang. Hehehe…emang udah nemuin bidadarinya?”
“Belum, masih dalam proses pencarian. Aku masih belum nemuinnya.”
“Jadi ceritanya nggak harus nunggu wisuda dulu nich supaya bisa jemput bidadari?”
“Nggak, tapi kalau sampai wisuda belum nemuin juga ya…jemputnya bisa nanti.”
“Jemput pakai apa? Perahu, becak, bajaj, motor mobil, kapal pesiar”
Tanpa kuduga Kak Agus melayangkan tangannya ke kepalaku. Dan kakak angkatku itu menjitak kepalaku keras-keras.
“Heh, aku serius!” ketus Kak Agus.
“Emang…menurut kamu bidadari itu kayak gimana?”
“Ila…tiap orang itu beda pemikiran. Jadi beda juga dalam mempersefsikan bidadari itu gimana. Dan aku sudah mendefinisikannya…”
“Ya udin, moga di lancarkan usaha kakak dalam mencari bidadari. Ntar aku bantu cari ya.”
“Beneran? Gimana caranya?”
“Ambil cewek secara acak. Mau dia perawan, janda, tante-tante, nenek-nenek. Trus aku tulisin di jidatnya BI-DA-DA-RI!!!”
Gelak tawa Kak Agus langsung menyambut perkataanku barusan. Lalu dengan cepat dia melemparkan bola basket ke arahku. Lemparan bola basket itu adalah sinyal atau tanda kalau dia menantangku kembali bermain basket. Kuterima tantangannya. Dan kubetulkan letak kerudungku yang baru satu tahun ini kukenakan.
Ternyata dia ingin secepatnya menjemput sang bidadari. Hmmm…akukah bidadari itu? Pantaskah diriku menjadi bidadari. Dan pantaskah bidadari-bidadari surga mencemburuiku. Aku yang belum bisa menjaga kesucianku. Kesucian hati. Kesucian diri. Apakah Allah menaqdirkanku menjadi bidadarinya? Hingga tiba saatnya dia menjemputku sebagai bidadarinya?
Aku menjadi bidadari siapa…? Bidadari Kak Aguskah?
Hehehe…emang ada gitu bidadari yang suka basket, yang suka hiking, yang suka berpetualang, yang tomboy, yang nggak ada anggun-anggunnya, yang nggak ada lembut-lembutnya, yang hobi makan, yang temen-temen genknya cowok semua dan yang suka nonton bola sepertiku? Lolos nggak sih aku ikut seleksi calon PNS, eh calon bidadari!?
Heh bidadari-bidadari surga! Asal kalian tahu ya, aku tuch nggak butuh di cemburui sama kalian. Bodo amat dech! Aku juga sudah nyaman menjadi diriku yang seperti ini. Ya…inilah aku.
Tapi yang aku tahu, dan sebagaimanapun tomboynya aku, aku sadar kalau aku adalah tulang rusuk yang hilang. Yang suatu saat nanti akan melengkapi susunan puzzle kehidupan sang adam. Menjadikannya utuh dan sempurna. Sekarang aku 19 tahun. Masih muda dan hijau. Masih ingin bebas dari keterkungkungan. Masih punya banyak mimpi yang harus terukir dan kuwujudkan. Tapi sebagai wanita, aku sangat merindukan rasa sakit itu. Rasa sakit yang membahagiakan. Rasa sakit dalam menghadapi sebuah pertarungan antara hidup dan mati. Rasa sakit dalam mempertaruhkan dua nyawa sekaligus. Nyawaku dan nyawa buah hatiku. Rasa sakit membahagiakan saat mendengar jeritan buah hatiku. Rasa sakit berpahala jihad dan ibadah haji di setiap urat nadi yang terputus saat melahirkan.
Dan sekarang, yang terpenting bukanlah mencari cinta. Tapi mencari apakah ada orang yang siap membantuku untuk mewujudkan mimpiku itu. Orang yang bisa membuatku terlahir kembali. Menjadi wanita yang seutuhnya. Terlahir sebagai istrinya, terlahir sebagai ibu dari buah hatinya. Lalu…terlahirlah cinta, terlahirlah kasih sayang yang terikrarkan dalam lisan, hati dan tingkah laku kita.
Aku ingin menjadi seorang ibu. Aku ingin menjadi seorang istri. Menjadi wanita yang punya mimpi. Bekerja keras hadapi tantangan untuk mewujudkan mimpi. Percaya diri tak pernah menyerah untuk menjadi wanita sejati. Aku tidak menyesal terlahir sebagai wanita. Aku sebenarnya tidak menginginkan hidup sebagaimana pria. Tapi aku juga tidak boleh menyerah lemah teraniaya.
Aku seorang muslimah. Dan seorang muslimah tidak pantas menyesal terlahir sebagai wanita. Aku tetap bersyukur menjadi seorang wanita. Yang dengan ketundukannya di bawah cahayaNya, aku  akan terus menapaki bumi dan selaksa bahagia. Mempercantik diri dengan sentuhan syariatNya. Menjadi taman indah dan gudang karunia yang senantiasa melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fitrahnya. Yang mengarungi kehidupan Islam yang indah dan penuh hikmah…
“Ila…”
“Apa?” aku duduk tengah lapangan basket dengan nafas terengah-engah. Lalu dengan seenaknya mengelap keringat yang membanjiri wajahku dengan kerudungku yang baru setahun ini menghiasi kepalaku.
Kak Agus berpaling dariku dan melemparkan bola basket itu sampai masuk kedalam keranjang dengan satu kali lemparan. Kuperhatikan dengan seksama bayangan tubuhnya di bawah mentari senja yang sekarang sudah merambati hari.
“kayaknya…sekarang aku udah nemuin sang bidadari dech.” Kak Agus menunduk dalam-dalam, lalu tatapan matanya yang teduh itu mengarah padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar