Rabu, 25 Agustus 2010

8.Jangan Lelah Untuk Jujur

“ Jangan pernah lelah untuk menjadi manusia yang jujur.”

Itulah nasihat dari Ghisa yang telah tertancap kuat di hati Sabila. Hingga dengan sekuat tenaga  Sabila terus berusaha untuk menjadi manusia yang jujur. Meski harus di bayar dengan harga yang sangat mahal. Karena kejujuran memang sangat berharga.

Sekarang Sabila sedang mengerjakan soal ulangan semester genap, mata pelajaran yang Sabila kerjakan adalah kewarganegaraan. Dan Sabila memang benar-benar siap menghadapi ulangan semester ini. Dua bulan sebelum ulangan di mulai, Sabila sudah membagi jadwal mata pelajaran yang akan dia hapal. Misal minggu pertama  Sabila konsentrasi menghapal Matematika, lalu minggu depannya bahasa Inggris dan selanjutnya. Dan lihatlah sekarang, Sabila berangkat ke sekolah tanpa membawa sehelai kertaspun. Yang dia bawa hanya pensil dan bolpoint.  Sabila berangkat ke sekolah berbekal kepercayaan diri dan otak yang masih Fresh dan siap pakai. Sebisa mungkin  Sabila tidak pernah menghapal 10 menit sebelum ulangan di mulai karena hal itu bisa membuat otaknya lelah duluan sebelum di pakai. Hingga akhirnya hal ini membuatnya di kenal sebagi murid paling santai di sekolah.

Tapi, sekarang ketenangan  Sabila terusik oleh kebisingan yang di lakukan teman-teman sekelasnya. Banyak sekali trik-trik mereka agar sukses dalam mencontek, kebanyakan sich masih pake adat lama seperti bikin catetan kecil, menulis jawaban di meja, buka catatan, nanya ke teman dan lain-lain. Sabila jadi greget sama guru pengawas di ruangannya. kok dia bisa fine-fine saja, padahalkan sekarang tindakan maksiat sedang merajalela di ruangan ini.

Oh ya! Pantesan dia diem aja, kan sebelumnya udah di sogok duluan sama teman-temanku dengan sebotol Fanta dan makanan. 

“  Bil, Sabila!” bisik Marco dari belakang. “ Mau amal dikit nggak lo!?”

“ Apa Co?” Tanya Sabila tanpa menoleh sedikitpun pada Marco.

“ Kasih tau nomer 1 dong, gue belum nulis satu hurufpun nich…”

“ Oh tentang undang-undang korupsi dan contoh tindak korupsi  ya?”

“ Ho-oh, ho-oh!!” Marco mengangguk kegirangan.

“ Kenapa harus nanya ke gue, sekarang kan lo lagi korupsi Cuy!?”

“ HAH!! Gue lagi korupsi? Korupsi apaan?”

“ Ya apalagi yang di korupsi’in kalo bukan ilmu temen lo hehehe…!”

Dan Marco cuma  bisa manyun seperti siput mendengar ucapan Sabila barusan.

Tidak terasa satu-persatu soal sudah Sabila selesaikan. Sementara waktu masih belum habis, Sabilapun mengeluarkan buku gambarnya dan dengan isengnya dia menggambar berbagai aktivitas contek-mencontek yang di kerjakan teman-temannya. Inspirasi bisa datang kapan saja dan di mana saja. Lalu Sabila   memberi judul  gambarnya : Olimpiade nyontek tingkat  nasional.”

***

SREETT!!!

Di hari kedua ulangan semester  ini,  anak-anak kelas XI IPS 1 di kagetkan dengan suara sobekan kertas. Yang di sobek tidak lain adalah kertas ulangan  Marco. Marco ketahuan menyontek oleh  pak Imron, guru pengawas di ruangan Sabila yang terkenal killer. Bahkan suguhan menggiurkan yang udah di sediakan teman-teman Sabila saja dia langsung buang ke tong sampah.

“ INI ADALAH SUAP! DAN SUAP ITU HARAM!!!”

Kembali pada insiden Marco, dia tidak berkutik sama sekali di depan pak Imron.

“ Dengan berbangga hati saya mempersilahkan anda keluar.”

“Ta- tapi pak???”

“Keluar!!” teriak pak Imron sambil mengacungkan telunjuknya keluar.

“ Dan kalian semua, saya ingin setelah kalian pulang ke rumah, tolong tulis dalam diary kalian bahwa, berbeda dengan hari lainnya hari ini atas pengawasan pak Imron dan pengawasan Allah SWT, pada ulangan matematika saya tidak menyontek.”

Pak Imron… saya suka gaya bapak.

***

 Saat-saat yang sangat Sabila tunggupun telah tiba, pembagian raport. Sabila berdoa Mudah-mudahan posisinya tetap bertahan seperti semester kemarin. Juara 1. Karena hal itu bisa memudahkannya untuk mendapatkan beasiswa di sebuah PTN. Sabila sudah nazar kalau sekarang di kelas 2 dia mendapat ranking satu dan juara umum lagi, Sabila akan puasa selama tiga hari berturut-turut.

“ Sabila, aku yakin kamu pasti ranking 1 lagi.” Ucap Sahdam.

“ Amin… doakan aja.”

“Kita liat aja nanti!” ketus Marco.

Sebelum pembagian rapor di lakukan, pertama-tama di umumkan terlebih dahulu siapa saja yang mendapatka ranking di kelas XI IPS 1 ini dari urutan 10 sampai 1. Dada Sabila berdebar-debar saat Ibu Hera wali kelasnya membacakannya satu-persatu. Sabila benar-benar seperti menunggu sebuah Vonis hukuman penjara saja.

“ Ranking 3 di raih oleh Sahdam, ranking 2 di raih oleh… Sabila dan ranking 1 diraih oleh… Marco. “

 Suasana di kelas mennjadi hening. Mereka  semua diam membisu.

“ Maaf ibu, apa itu benar? Marco ranking 1??” Tanya Sahdam meminta penjelasan.

“ Kenapa Sahdam, kamu keberatan? Lihat dong Sabila, dia biasa-biasa saja mendengarnya. Kalah menangkan biasa, betulkan Sabila?”

“I-Iya bu…” Sabila mengangguk pelan.

“ Makanya Bil, contoh dong Marco, meskipun pinter tapi gak pelit contekkan.” Ledek Tono. Dan hal itu mengundang gelak tawa teman-taman sekelas Sabila yang lain. Terkecuali Sahdam. Sementara  Marco tersenyum puas.

“ Aku heran,  si raja nyontek dan peraih nilai do re mi terbanyak di kelas ini dapat ranking satu? “ ucap Sahdam heran.

***

   Selesai shalat Dhuhur, Sabila duduk sebentar di tangga masjid. Sesaat kemudian duduk pula di sampingnya pak Imron yang juga telah selesai menunaikan shalat Dhuhur.

“Tidak adakah kegiatan yang lebih bermanfaat selain melamun anak muda?”

“ Oh bapak, saya kira siapa?”

“ Bapak ucapkan terima kasih atas usaha keras kamu untuk tidak mencontek tadi.”

“ Itu memang sudah jadi kewajiban saya pak.”

“Satu hal saja yang ingin bapak pesankan sama kamu Sabila, kalau  kamu ingin memperbodoh dirimu silahkan mencontek sesuka hatimu.”

Sabila menanggapi ucapan Imron dengan senyuman.

“ Ada satu hal yang telah hilang dari bangsa ini Bil.”

“ Apa itu pak?”

“Kejujuran.” Pak Imron menatap Sabila lekat.” Bangsa Indonesia miskin juga bukan karena orang-orang kaya di Indonesia sangat sedikit. Tapi karena krisis kejujuran telah melanda bangsa ini. Jumlah orang kaya di Indonesia sangat banyak, tapi di luar negeri lebih banyak lagi.”

“Memang betul pak, kejujuran telah terkikis habis di negara ini. Sehingga membuat bangsa ini meraih rekor sebagai negara terkorup di dunia. Dan Negara yang koruptornya paling rentan dengan penyakit karena selalu sakit tiap mau di adili.”

Tawa Imron pecah mendengar ucapan Sabila barusan.

 “ Saya dengar, kamu semester ini tidak dapat ranking satu lagi?”

“ Betul pak. Hmmmh kalau saja…”

“Berhenti berandai-andai anak muda! Besar kecil nilai, ranking, predikat juara umum, pandai matematika dan tetek bengek lainnya bukanlah ukuran kecerdasan seorang pelajar. Semua itu hanya ukuran kepintaran berdasarkan angka-angka dan bukan ukuran kecerdasan yang sesungguhnya. Cerdas itu adalah jenius dalam bidang yang kamu kuasai dan kamu sukai. Orang yang jenius tidak harus cerdas dalam semua bidang. Albert Einstein dia bukan anak yang brilian di sekolahnya, tapi dia jenius dalam dunia Matematika hingga akhirnya dia menjadi ilmuwan terbesar hingga sekarang. Kau tahu kenapa? Karena di sudah mengetahui sejak awal Matematikalah dunianya. Dan kamu? Apakah kamu sudah tahu dalam hal apa kamu  dapat menemukan kejeniusanmu Bil?”

Senyum Sabila mengembang, ada secercah harapan dan semangat yang kembali tumbuh dan bergemuruh di dadanya.

“ Teruslah asah bakatmu, dan jangan lupakan satu hal. Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk meminta sebanyak-banyaknya. Berikanlah kebanggaan sebanyak-banyaknya pada  orang tua, sekolah dan pada dirimu sendiri. Dengan memberi sebanyak-banyaknya prestasi. Karena itulah perananmu sebagai pemuda Indonesia.”

Sabila pulang dengan membawa hati yang lapang,

Betul apa yang di ucapkan pak Imron tadi, aku harus tahu dalam hal apa aku bisa menemukan kejeniusanku.

Saat Sabila melewati  sebuah ruang kelas, samar-samar Sabila mendengar suara seorang wanita dan lelaki.

“ Gimana Marco, uangnya  udah di transfer ke rekening saya?”

“ Jelas dong bu…Marco, gitu. apa sih yang Marco nggak bisa.”

“ Jumlahnya seperti yang udah kita sepakati kan?”

“ Dua puluh juta! Betulkan?”

“ Ssst…jangan keras-keras Marco!”

“ Marco bener-bener berterimakasih banget sama ibu, karena ibu Marco di kasih mobil sporty sama papa.”

Tubuh Sabila lemas seketika. Bibirnya tak mampu berkata apapun. Ini benar-benar sangat keterlaluan. Dimana nilai mata pelajaran sudah berani di perjualbelikan. Sabila ingin marah, tapi ini tidak mungkin dia lakukan. Nanti malah runyam ceritanya.

Transaksi antara ibu Hera dan Marcopun selesai. Sabilapun segera mendekati ibu Hera dan sebisa mungkin meminta penjelasan padanya.

“ Ibu, maaf saya mengganggu.”

“ Ada apa Sabila, kamu ada perlu sama saya? Aduh maaf ya saya harus buru-buru pulang.”

“ Saya…saya mendengar obrolan ibu dan Marco tadi.”

Ibu Hera terkejut dan menatapku tajam.

“ Kamu tahu semuanya??”

“ Ya! Semuanya.” Ucap Sabila tegas

“ Syukurlah kalau begitu, silahkan saja laporkan tindakan saya itu pada siapa saja. LSM, kepala sekolah, surat kabar atau KPK sekalipun!” ucap Ibu Hera sinis.

“ Asal kamu tahu ya Sabila, hal seperti ini, di negara ini bukan rahasia umum lagi, dimana saja kapan saja semua orang bisa dengan mudah melakukannya. Di sekolah ini saja toh bukan saya saja yang doyan melakukan …apa yah? Oh KORUPSI. Silahkan laporkan dan sebagai konsekuensinya, nama baik sekolah ini akan tercemar gara-gara kamu dan  kamu sendiri akan di keluarkan dari sekolah ini.”

“Ibu…?”

“Hmmm…lagian salah kamu sendiri sich gak bayar uang rapor, uang ulangan  dan uang kenang-kenangan sama ibu. Jadi dengan berat hati ibu gak nempatin kamu di ranking satu.”

 Sabila berdiri mematung di tempatnya. Di terus memperhatikan wali kelasnya itu berlalu meninggalkannya hingga bayangannya hilang dari penglihatan Sabila.

“Kalau aku jadi ketua KPK baru tau rasa lo!” Sungut Sahdam.

“Sahdam…kamu ngagetin aku terus ah!”

“tenang Bil…toh masih ada akhirat kok!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar